Swasembada Pangan 2027: Mimpi atau Kenyataan?

Daliyah Ghaidaq

Updated on:

dailybandung.com – JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menetapkan target swasembada pangan, khususnya beras, pada tahun 2027. Hal ini diyakini dapat terwujud karena Indonesia memiliki potensi sumber daya lahan pertanian yang luas dan telah berhasil mencapai swasembada pada tahun 1984.

Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) Sarwo Edhy mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki lahan seluas 191,09 juta hektare (ha), termasuk 9,44 juta ha lahan basah non-rawa dan 31,12 juta ha lahan rawa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Dari lahan rawa tersebut, sekitar 12,23 juta ha dapat digunakan sebagai lahan pertanian produktif. Sarwo Edhy menegaskan bahwa jika pemerintah mampu mengoptimalkan hingga 3 juta ha lahan tambahan, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan untuk 400-500 juta penduduk dan bahkan menjadi lumbung dunia.

“Dengan optimis, kita dapat mengoptimalkan lahan-lahan dan sumber daya lahan yang ada di Indonesia,” ujarnya seperti dikutip oleh dailybandung.com pada Minggu (9/2/2025).

Selain itu, Sarwo Edhy juga menyoroti potensi 144 juta ha lahan kering yang dapat mendukung ketahanan pangan. Dia menambahkan bahwa peluang ini semakin besar jika teknologi seperti desalinasi, yang telah terbukti sukses di negara-negara seperti Arab dan Ethiopia, dapat diterapkan di Indonesia.

Dalam diskusi “Menyongsong Swasembada Pangan 2027”, Sarwo Edhy juga memaparkan sejumlah kebijakan Bapanas di sektor hilir untuk mencapai target swasembada pangan tahun 2027. Di antaranya, menaikkan harga gabah kering panen (GKP) menjadi Rp6.500/kg dari sebelumnya Rp6.000/kg. Selain itu, Bapanas juga menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan penyerapan 3 juta ton setara beras selama Tahun 2025.

“Kami menindaklanjuti Rakortas di lapangan yang menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan penyerapan gabah dan beras di dalam negeri tahun 2025 dengan target 3 juta ton. Semoga dapat terlaksana dengan baik,” ujar Sarwo Edhy.

Terakhir, Bapanas juga mengkampanyekan untuk menghentikan pemborosan pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 31 persen makanan terbuang, termasuk 17 persen sampah makanan dan 14 persen food loss. Sarwo Edhy menekankan bahwa jika 10 persen saja dapat dihemat, misalnya pada beras, maka dapat menghemat 3 juta ton beras. Hal ini dapat mengurangi impor beras yang pada tahun lalu mencapai 4 juta ton.

“Kita harus berhemat dan mengurangi pemborosan pangan. Jika tahun lalu kita impor 4 juta ton, seharusnya hanya 1 juta ton saja yang diimpor,” tegasnya.

Leave a Comment